Faktor genetik, ternyata bukan satu-satunya sebab kenapa seorang anak menderita autis. Sebab, polusi lingkungan yang kini banyak terjadi, rupanya juga menjadi penyebab kenapa seorang anak mengalami autism. Gejala autism sendiri umumnya timbul sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Beberapa gangguan itu di antaranya terjadi karena adanya disfungsional fungsi otak anak sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif.
Menurut ahli terapi okupasi dari Precious Kid's Developmental Center , Winny Soenaryo MA OTR/L, selama ini pola pendeteksian anak autis di Indonesia selalu terlambat. Biasanya baru pada usia 3-4 tahun, sang anak baru diketahui mengidap autis setelah melakukan diagnosa medis.
"Seharusnya anak pengidap autis bisa diketahui sejak menjelang usia satu tahun. Deteksi awal ini bisa dilihat dari gejala respon tingkah lakunya sehari-hari yang biasanya tidak normal atau bebeda dari anak kebanyakan," papar Winny saat ditemui di sela-sela "Workshop & Seminar Maximizing Kid's Potential" di Bandung, Kamis (24/6)
Menurut Winny, jika mendapati gejala anak tidak respon terhadap lingkungannya, atau menunjukkan gejal-gejala autis, sebaiknya orangtua harus cepat membawa ke dokter atau therapis autis. "Saat ini jumlah anak pengidap autis di Indonesia semakin bertambah. Sehingga diperlukan semacam sosialisasi edukasi tentang autis terhadap orangtua," ucapnya.
Winny menerangkan, autisme dapat hingga dan terjadi pada siapa saja. Namun, tidak semua penderita autisme memiliki daya nalar (IQ) rendah. Bahkan beberapa di antara mereka bisa memiliki tingkat IQ sangat tinggi.
Guru Besar University of Southern California Amerika Serikat Prof Erna Blanche PhD OTR/L (Occupational Therapis), mengatakan satu gejala khas dari seorang anak penderita autis adalah sikap anak yang cenderung tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Seorang anak penderita autis akan menjadi seolah-olah menolak berinteraksi.
Menurut Erna Blanche, satu dari sekian banyak penyebab gejala autisme pada anak adalah kelainan sensor pada otak anak yang bisa disebabkan faktor lingkungan dan genetik. Polusi industri kimia yang tumbuh di daerah perkotaan, menurut Erna sangat berperan besar dalam menciptakan anak-anak penderita autisme.
"Selain faktor genetik penyebab anak lahir dengan kelainan sensor pada otak, autisme juga bisa disebabkan faktor lain yakni faktor lingkungan tempat tinggal, terutama polusi," ujar penulis buku Best Seller "Sensory Balancing" yang sudah menjadi pembicara di lebih dari 200 kota dunia.
Menurut Erna, dari interaksi lingkungan, dampak polusi bahan kimia hasil industri yang memenuhi udara ternyata mampu mengubah cara kerja biosel otak anak sejak dilahirkan. Erna menyebutkan, peluang anak yang hidup di perkotaan yang penuh polusi industri, lebih besar tingkatannya untuk teridap autisme.
Meski polusi ditengarai menjadi salah satu penyebab kenapa seorang anak menderita autis, Erna Blanche mengakui, belum satu pun penelitian yang memastikan bahwa anak yang lahir atau tinggal di desa berpeluang lebih kecil terhindar dari kelainan autis dibanding anak yang hidup di kota-kota besar.
"Sampai, kini tutur Erna, hampir 90 persen riset yang dilakukan di dunia belum menghasilan cara yang tepat untuk penanganan masalah sensor otak pada anak pengidap autis. Sehingga penanganan autis sampai saat ini masih bersifat individual. Pananganan terhadap satu anak belum tentu akan sama dengan penanganan terhadap anak lainnya," ujarnya.
Jagalah ekosistem lingkungan sekitar yang terdekat kita dulu dan cegah sedini mungkin, karena kita sebagai orang yang dewasa secara tidak langsung bertangung jawab untuk memberikan perlindungan pada anak-anak, jika dilihat dengan kualitas lingkungan sekitar kita yang namanya polusi itu ada sekeliling kita.
Sumber dilansir dari :
Klik ini Tribun Jabar Untuk mengakses artikel asli,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar